PRESS RELEASE
(2nd ONLINE LECTURE SERIES)
Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (PERSADA UB) bekerja sama dengan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Instituut voor Strafrecht & Criminologie, Faculteit der Rechtsgeleerdheid Universiteit Leiden, dan Nuffic Neso-NL Alumni Network Indonesia menyelenggarakan kegiatan Seri Penataran Daring atau Online Lecture Series dengan Tema “Criminal Procedure Law Reform In The Netherlands and Indonesia”. Kegiatan penataran tersebut diselenggaran sebanyak empat kali yakni mulai dari tanggal 11, 18, 25 Mei dan berakhir pada 1 Juni 2022.
Pada hari Rabu, 18 Mei 2022, merupakan hari ke 2 dari rangkaian kegiatan tersebut, dimana telah dihadiri oleh 100 orang peserta terpilih dari kalangan akademisi, praktisi dan peneliti di seluruh Indonesia maupun beberapa peserta dari negara lain yang juga turut berpartisipasi dan terpilih untuk mengikuti kegiatan ini. Tujuan diselenggarakannya Seri Penataran Daring atau Online Lecture Series adalah untuk membahas mengenai perkembangan reformasi hukum acara pidana, dinamika reformasi hukum yang ada di Indonesia dan Belanda dan prinsip-prinsip dasar hukum acara pidana.
Pengantar diskusi disampaikan oleh Adery Ardan Saputro, LL.M peneliti dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Indonesia selaku pemantik, membuka diskusi dengan menyampaikan Clash of Power Between Police and Prosecutor in Indonesia’s Criminal Justice System, menjelaskan mengenai hubungan antara kepolisian dengan kejaksaan yang selama ini memiliki tantangan besar pada integrasi dan koordinasi terkait dengan pelaksanaan hukum di Indonesia.
Hari kedua rangkaian kegiatan Seri Penataran Daring atau Online Lecture Series bertemakan tentang “Kewenangan Penyidikan Polisi Dan Peran Jaksa Penuntut Umum”, dimana telah hadir 2 narasumber yang ahli dibidangnya yaitu Prof. Jan Crijns dari Universiteit Leiden dan Fachrizal Afandi, Ph.D dari Universitas Brawijaya.
Materi pertama disampaikan oleh Fachrizal Afandi, Ph.D yaitu mengenai proses penuntutan yang dilaksanakan di Indonesia, termasuk tensi politik yang timbul antara polisi dan jaksa penuntut umum terkait kewenangan dalam proses pra ajudikasi. KUHAP yang diundangkan pada tahun 1981 menerapkan prinsip diferensiasi fungsional yang membuat upaya paksa dan tindakan penyidik tidak mendapatkan supervisi dan kontrol penuh dari penuntut umum dan hakim. Pahalal secara konsep penuntutan adalah proses pencarian dan pengumpulan bukti sejak awal penyidikan untuk di bawa di persidangan. Alat bukti inilah yang akan di bawa jaksa ke pengadilan untuk diperiksa dalam proses persidangan di pengadilan yang terbuka untuk umum.
Kemudian materi kedua disampaikan oleh Prof. Jan Crijns mengenai Hukum Acara Pidana yang berlaku di Belanda terkait dengan kewenangan penyelidikan yang dimiliki kepolisian dan peran dari kejaksaan. Beliau juga menjelaskan fase penyelidikan yang perlu diketahui yakni kewenangan melakukan penyelidikan, dan pentingnya untuk melaksanakan kontrol terhadap upaya paksa di tahap pra ajudkasi.
Selanjutnya, Iftitahsari, S.H., M.Sc. yang merupakan Researcher di Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) selaku moderator dalam kegiatan ini turut memberikan pandangan bahwa kejaksaan akan punya ruang khusus untuk menjadikan suatu perkara harus diselesaikan dengan cepat atau tidak, sehingga terkadang menimbulkan permasalahan baru dalam pengimplementasiannya terutama pada bagian koordinasi dan integrasi antara kepolisian dengan kejaksaan dalam proses penyelidikan dan penuntutan.
Kegiatan ini telah berjalan lancar dengan antusias peserta yang tinggi dan mendapatkan respon yang baik dari berbagai pihak, salah satunya Herni Sri Nurbayanti, SH, MA, dari Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2) yang menyampaikan kesannya atas kegiatan ini dengan mengatakan “It was a great sessions which covers not only legal aspect but also historical and political aspects. Thank you!”.